Powered By Blogger

Kamis, 03 Desember 2009

HUBUNGAN ANTARA HADITS DENGAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI


I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Hadits mempunyai nilai yang tinggi setelah AlQuran karena ayat-ayat AlQuran yang dikemukakan secara umum dan memerlukan perincian. maka ayat-ayat itu tidak dapat dipahami maksudnya dengan jelas dan terperinci kalau tidak berpedoman pada hadits-hadits. Oleh karena itu timbullah keinginan para ulama untuk membukukan hadits-hadits Rasulullah SAW. Apalagi setelah ternyata bahwa banyak sekali hadits-hadits lemah dan hadits yang palsu.

Pada mulanya, hadis ini tidak dikumpulkan seperti AlQur’anulKarim, karena banyak ucapan Rasulullah yang maksudnya melarang membukukan hadist. Larangan itu antara lain tersebut dalah hadist yang diriwayatkan Imam Muslim dan Abu Said Al Hudri yang berkata “besabda Rasullullah Saw : janganlah kamu tuliskan ucapan-ucapanku ! siapa yang menuliskan ucapanku selain alquran hendaklah dihapuskan, dan kamu boleh meriwayatkan perkataan-perkataan ini. Siapa yang dengan sengaja berdusta terhadapku maka tempatnya adalah neraka”.

Baru pada masa pemerintahan Umar Bin Abdul Azis hadits-hadits ini dibukukan. Kemudian pada masa pemerintahan Abu Ja’far Al Mansyur dan putra-putranya. Para ulama mengumpulkan hadits-hadits atas anjuran para khalifah-khalifah tersebut. Diantara tokoh-tokoh yang termahsyur dalam membukukan hadits-hadits ialah : Imam Malik yang menyusun AlMuwaththa’, Imam Bukhari dan Imam Muslim yang membukukan hadist-hadist shahih saja. Imam Ibnu Hambal, Imam Attirmizdi, Abu Daud, Ibnu Majaah dan AnNasai, karangan mereka dianggap induk kitab-kitab hadits yang dikarang kemudian.

Tatkala ternyata ada hadits palsu yang diriwayatkan oleh orang yahudi ahli zindik, maka untuk menyaring mana hadits yang sahih dan mana hadist yang palsu para ulama hadist membuat pedoman pedoman yang dapat ditetapkan bahwa sesuatu hadist sahih atau lemah atau palsu, umpamanya dengan memeriksa pribadi-pribadi yang mula-mula meriwayatkan hadist tersebut sampai kepada perawi hadist yang terakhir.

Demikianlah, sehingga dipandang perlu mengkaji hubungan timbale balik antara ilmu pengetahuan dan teknologi di satu sisi dengan perkembangan hadits di sisi lain. Berdasarkan pertimbangan itulah sehingga makalah ini disusun, untuk mencoba menguraikan secara sederhana :

1. Bagaimana ilmu pengetahuan dan teknologi mendukung perkembangan ilmu hadits

2. Apakah memang ada petunjuk dalam hadits yang mendukung perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

B. PENGERTIAN

Judul makalah ini HUBUNGAN ANTARA HADITS DENGAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI.

Untuk memahami pengertian judul, kita uraikan frase demi frase sebagai berikut :

1. Hubungan, artinya keterkaitan : saling mempengaruhi antara dua hal atau lebih

2. Hadits, artinya berita : perkataan, perbuatan dan sikap Nabi Muhammad Saw yang disaksikan para shahabat dan diberitakan secara kontinyu sampai dibukukan oleh para penulis hadits (pentadwin).

3. Ilmu pengetahuan dan teknologi : seperangkat metodologi, postulat, teori, alat, bahan, dan atau produk lain sebagai hasil ikhtiar pikir manusia dari zaman ke zaman.

Demikian, judul makalah ini dapat dipahami dengan pengertian Saling mempengaruhi antara berita-berita tentang Nabi Muhammad Saw dengan ikhtiar pikir manusia dari zaman ke zaman.

C. SISTIMATIKA

Makalah ini disusun dengan sistimatika sebagai berikut :

A. Pendahuluan, berisi latar belakang, pengertian dan sistimatika.

B. Hadits : Pengertian dan Perkembangannya, berisi pengertian hadits dan sejarah kodifikasinya

C. Apresiasi Mutahadditsin terhadap Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, berisi uraian tentang manfaat ilmu pengetahuan dan teknologi terhadap perkembangan ilmu hadits dan hadits-hadits yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi.

II. HADITS : PENGERTIAN DAN PERKEMBANGANNYA

A. PENGERTIAN HADITS

Kata ‘hadits’ berasal dari bahasa Arab, secara leksikal artinya : berita. Pada umumnya hadits dijadikan istilah untuk menyatakan ‘berita tentang Nabi Muhammad Saw’.

‘Berita’ diriwayatkan oleh orang-orang terpercaya yang hidup bersama-sama dan menyaksikan perilaku sehari-hari Nabi Muhammad Saw (semasa Beliau hidup). Dalam berita-berita (hadits) itulah, kita dapat memahami tatacara pelaksanaan ajaran Islam sebagaimana dicontohkan oleh pembawa risalah yang dipilih langsung oleh Allah Swt.

Seorang muslim, diwajibkan menjalankan aktivitas kehidupannya, bersikap dan berperilaku sesuai dengan aturan-aturan (syari’at agama) Islam. Sumber syari’at Islam yang pertama adalah alQur’an, dan yang kedua adalah hadits.

B. SEJARAH KODIFIKASI

Pada masa Nabi Muhammad Saw masih hidup, hadits nyaris tidak ditulis. Bahkan Rasulullah Saw cenderung mencegah terlalu banyak orang menulis hadits pada masa itu. Para ahli hadits memperkirakan, maksud pencegahan itu agar antara hadits dan alQur’an jangan sampai tercampur.

Namun tidak dapat dipungkiri pentingnya hadits dalam penerapan ajaran Islam. Misalnya, dalam alQur’an, Allah Swt mewajibkan kita mendirikan shalat. Tetapi tatacara pelaksanaannya dicontohkan oleh Nabi. Demikian pula dengan semua hal yang berhubungan dengan ajaran Islam, pada umumnya detail teknisnya dirujuk dari Nabi Muhammad Saw.

Allah Swt dalam alQur’an melarang kita membuat-buat sendiri tatacara peribadatan. Jika tidak diuraikan secara terperinci dalam AlQur’an, carilah petunjuk dari Hadits Nabi Muhammad Saw. Demikianlah dalam surah AlHujurat ayat 1 :

$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä Ÿw (#qãBÏds)è? tû÷üt/ Äytƒ «!$# ¾Ï&Î!qßuur ( (#qà)¨?$#ur ©!$# 4 ¨bÎ) ©!$# ììÏÿxœ ×LìÎ=tæ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasulnya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.

Sampai Nabi Saw berpulang ke rahmatullah, tidak banyak catatan tertulis tentang hadits di kalangan kaum muslimin waktu itu. Memang ada beberapa orang (shahabat) tertentu yang diriwayatkan punya catatan sederhana.

Sebagian besar periwayatan hadits pada masa itu, dilakukan dengan mengandalkan daya hafal perawinya :

1. Para shahabat mengingat-ingat pengalamannya bersama Nabi Muhammad Saw, kemudian menceritakannya kepada para Tabiin

2. Para Tabiin menghafal cerita-cerita tentang Nabi Muhammad Saw yang diterimanya dari para shahabat, kemudian menceritakannya pula kepada para Tabiit Tabiin

3. Demikianlah seterusnya, diriwayatkan secara turun-temurun secara lisan.

Kemudian, mulailah timbul keraguan di kalangan kaum muslimin terhadap hadits-hadits yang mereka terima :

1. Jangan-jangan ada diantara orang yang berniat kurang baik, kemudian sengaja berdusta dengan hadits palsu

2. Jangan-jangan ada diantara para periwayat yang ingatannya kurang kuat sehingga hadits yang diberitakannya kurang pas sama dengan yang mereka terima dari periwayat sebelumnya.

Karena itu, perkataan, perbuatan dan sikap Nabi Muhammad Saw perlu diabadikan dalam bentuk naskah tertulis, agar dapat menjadi rujukan bagi kaum muslimin dari zaman ke zaman.

Bangkitlah para pejuang penulis Hadits seperti Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa’I, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, Baihaqi, Hakim, dan lain-lain. Mereka sengaja berkeliling mencari orang yang dapat menceritakan hadits sebanyak-banyaknya, mencatat, memeriksa dengan saksama satu demi satu hadits-hadits yang berhasil dikumpulkan, diklasifikasikan berdasarkan tingkat akurasinya, dan dikumpulkan dalam bentuk buku-buku hadits.

Para ulama pelanjut mereka juga tidak tinggal diam. Setelah mengkaji buku-buku hadits yang diwariskan para pendahulu mereka, lahirlah buku-buku hadits lanjutan berupa :

1. Mukhtasyar (ringkasan dari satu buku Hadits)

2. Syarah (komentar atas sebuah buku hadits)

III. APRESIASI MUTAHADDITSIN TERHADAP ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI

A. MANFAAT ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI TERHADAP ILMU HADITS

Islam menganggap penting ilmu pengetahuan. Mereka yang berilmu dijamin berderajat lebih tinggi dari mereka yang tidak berilmu. Kaum muslimin didorong untuk mengakrabi dan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan kualitas hidupnya dan kualitas ibadah kepada Tuhannya.

Perhatikan alQur’an surah azZumar ayat 9 :

ö@è% ö@yd ÈqtGó¡o tûïÏ©!$# tbqçHs>ôètƒ tûïÏ%©!$#ur Ÿw tbqßJn=ôètƒ 3 $yJ¯RÎ) ㍩.xtGtƒ (#qä9'ré& É=»t7ø9F{$#

Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.

Kemajuan ilmu hadits, perlu mendapat dukungan berbagai disiplin ilmu dan hasil-hasil teknologi. Pertanyaan elementer yang wajib diajukan ketika kita menerima satu hadits adalah :

1. Apakah hadits ini akurat?

a. Jika hadits ini memberitakan perkataan Nabi Saw, perlu ditanyakan “Apakah benar Nabi Muhammad Saw pernah berkata demikian?”

b. Jika hadits ini memberitakan perbuatan Nabi Saw, perlu ditanyakan “Apakah benar Nabi Muhammad Saw pernah berbuat demikian?”

c. Jika hadits ini memberitakan sikap Nabi Saw, perlu ditanyakan “Apakah benar Nabi Muhammad Saw pernah bersikap demikian?”

2. Apa maksud hadits ini?

Untuk menguji akurasi sebuah hadits, para ulama hadits telah mengembangkan suatu ilmu yang, pada dasarnya, mengajukan pertanyaan-pertanyaan lanjutan, seperti :

1. Siapa yang menulis hadits ini?

Menurut para peneliti, penulis hadits paling dipercaya adalah Bukhari, kemudian Muslim. Selain itu, ada beberapa penulis lain, seperti Tirmidzi, Nasai, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, Hakim, Baihaqi, dll.

Para penulis hadits ini melakukan penelitian terhadap hadits yang didengar dari para narasumbernya. Mereka kemudian mengklasifikasikan hadits-hadits menjadi beberapa tingkatan, seperti sahih (sangat akurat), hasan (cukup akurat), dlaif (meragukan), maudlu (tidak dapat dipercaya).

Hasil penelitian dimaksud kemudian dibukukan dengan berbagai judul, misalnya AlJamiush Shahih (Kumpulan Hadits Shahih) oleh Bukhari.

2. Siapa narasumbernya?

Narasumber (rawi) adalah orang-orang yang memberitakan hadits secara lisan dengan mengandalkan daya hafal mereka. Pada umunya, para rawi ini berurut sebagai berikut :

a. Rawi I, yang ditemui para penulis

b. Rawi II, yang menyampaikan hadits kepada Rawi I

c. Rawi III, umumnya dari kalangan Tabiit Tabiin (murid para pengikut), menyampaikan hadits kepada Rawi II

d. Rawi IV, umumnya dari kalangan Tabiin (para pengikut, murid para shahabat), menyampaikan hadits kepada Rawi III

3. Siapa yang mendengar/melihat Nabi Saw berkata/berbuat/bersikap demikian?

Yang mendengar/melihat Nabi Saw dan memberitakan apa yang dilihat dan didengarnya itu disebut shahabat (mereka yang bergaul dengan Nabi Saw semasa hidupnya).

Di masa ilmu pengetahuan dan teknologi modern ini, berbagai upaya dapat dilakukan untuk meningkatkan kemajuan ilmu hadits, misalnya :

1. Penelitian

Dengan metodologi riset yang semakin maju, akurasi sebuah hadits dapat diuji dengan berbagai piranti teknologi. Disiplin ilmu seperti filologi, antropologi, dan lain-lain perlu dilibatkan. Demikian pula alat-alat dan metode pegujian data.

2. Penyebaran

Sejak teknologi publikasi berkembang luas, penyebaran hadits semakin mudah dengan jangkauan public makin luas. Melalui jaringan pers (termasuk media elektronik), kaum muslimin di berbagai belahan bumi makin mudah saling berkomunikasi tentang hadits-hadits yang mereka miliki.

Kini, melalui jaringan internet, penyebaran hadits semakin mudah dan lengkap.

3. Kodifikasi Hukum

Sebagian besar kebutuhan akan hadits berkaitan dengan hukum. Dengan ilmu hukum modern, kita dapat menetapkan hal-hal yang diwajibkan, dilarang, atau diperbolehkan dengan lebih mudah dan mengikuti kondisi masyarakat yang dinamis.

B. HADITS-HADITS YANG BERHUBUNGAN DENGAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI

Ada beberapa perkataan Rasulullah Saw yang diriwayatkan secara shahih, menganjurkan penggunaan ilmu pengetahuan.

Misalnya, petunjuk-petunjuk untuk memahami waktu shalat wajib, agaknya sulit dipahami dengan baik jika tidak memanfaatkan ilmu dan teknologi.

Abdullah bin Umar ra mengatakan : “Rasulullah Saw menetapkan waktu dhuhur jika tergelincir matahari dan terus sehingga bayangan seseorang sama dengan tinggi badannya selama belum tiba waktu ashar, dan waktu ashar selama belum kuning cahaya matahari, dan waktu magrib selama belum terbenam mega merah, dan waktu isya sampai tengah malam, dan waktu shubuh dari terbit fajar selama belum terbit matahari”.

Demikian halnya dengan tanda-tanda waktu lainnya, dhuha, masuk bulan Ramadlan, buka puasa, Hari Raya Idul Fitri, Hari Raya Idul Adha, dan lain-lain.

Itulah sebabnya mengapa Umar Bin Khattab mencoba menawarkan kepada para sahabat penetapan awal dari bulan penanggalan Hijriyah. Setelah para sahabat mempertimbangkan saran dari para sahabat. Diantara saran tersebut ada yang mengusulkan agar tahun baru hijriyah dimulai ketika nabi Muhammad SAW mula-mula menda’wakan Agama Islam. Ada pula yang menyarankan bahwa awal penanggalan Hijriyah dimulai dari turunnya Al Qur’an. Akan tetapi pada akhirnya para sahabat sepakat Muharram adalah bulan pertama dalam perhitungan tahun baru Hijriyah, dihitung dari hijranya rasulullas SAW dari Makkatul Mukarramah ke Madinatul Munawwarah.

Dalam AlQur’an, ada beberapa ayat yang menunjukkan bahwa Allah Swt mewajibkan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Misalnya dala Al Alaq ayat 1 :

ù&tø%$# ÉOó$$Î/ y7În/u Ï%©!$# t,n=y{

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,

Atau dalam AlMujadalah ayat 11 :

$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sŒÎ) Ÿ@ŠÏ% öNä3s9 (#qßs¡¡xÿs? Îû ħÎ=»yfyJø9$# (#qßs|¡øù$$sù Ëx|¡øÿtƒ ª!$# öNä3s9 ( #sŒÎ)ur Ÿ@ŠÏ% (#râà±S$# (#râà±S$$sù Æìsùötƒ ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_uyŠ 4 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ׎Î7yz

Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Oleh karena itu jangan pernah merasa lelah dalam menuntut ilmu. Karena Imam Al Gazali pernah berkata “ Barang siapa yang tidak pernah merasakan pahit getirnya menuntut Ilmu maka ia akan merasakan kebodohan sepanjang hidupnya, dan barang siapa yang putus belajar di masa mudanya maka takbirkan ia pertanda matinya. Pesan Imam Al Gazali tersebut memperingatkan kita sebagai manusia pembelajar bahwa ilmu kita harus bertambah seiring dengan perjalanan waktu, yang pada akhirnya akan menjadikan kita insan yang haus akan ilmu. Agar hidup kita hari ini lebih baik dari hari kemarin.

IV. PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan keseluruhan uraian di atas, ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Hadits adalah berita tentang perkataan, perbuatan dan sikap Nabi Muhammad Saw yang disaksikan para shahabat dan diriwayatkan secara kontinyu sampai dibukukan oleh para penulis hadits (pentadwin).

2. Ilmu pengetahuan dan teknologi adalah seperangkat metodologi, postulat, teori, alat, bahan, dan atau produk lain sebagai hasil ikhtiar pikir manusia dari zaman ke zaman.

3. Sudah saatnya penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk memajukan penelitian hadits sebagai suatu keharusan.

4. Ada beberapa hadits yang mengindikasikan bahwa Rasulullah Saw sangat menganjurkan penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan kualitas hidup dan kualitas pengamalan ibadah kepada Allah Swt.

B. REKOMENDASI

Setelah memahami hubungan antara hadits dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, penulis merekomendasikan kepada sesama muslim sebagai berikut :

1. Hendaknya penelitian tentang akurasi hadits memanfaatkan metodologi ilmiah dan fasilitas-fasilitas hasil teknologi

2. Hendaknya dikembangkan pendidikan dan pelatihan bagi para peminat hadits bagaimana cara memanfaatkan teknologi secara efektif

3. Hendaknya para pelajar, mahasiswa dan masyarakat pemanfaat teknologi melakukan apresiasi yang memadai terhadap ajaran Islam, dari sumber aslinya, yakni AlQur’an dan Hadits.

Demikian makalah ini kami persembahkan kepada khalayak pembaca, semoga Allah Rabbul Alamin meredhai perjalanan kehidupan kita. Amien.

Powered By Blogger

Bagaimana blog saya ini menurut anda ????